Daftar Acara Televisi:
Mahkota Mayangkara adalah judul sebuah sandiwara radio yang sangat legendaris yang merupakan sekuel kedua lanjutan Tutur Tinular karya S. Tidjab. Suatu kisah dengan latar belakang sejarah Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Prabu Jayanagara, di mana pada akhirnya terjadi pemberontakan Ra Kuti yang berhasil ditumpas oleh Gajah Mada.
Sandiwara radio ini pertama kali mulai disiarkan pada 1 Januari 1990 bertepatan dengan Tahun Baru 1990 dari tanggal 31 Desember 1989 dan dipancarluaskan lebih dari 512 pemancar stasiun radio (AM dan FM) di seluruh Indonesia, yang tergabung dalam Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia PRSSNI. Pada tahun 2002, Sandiwara radio Tutur Tinular disiarkan ulang di salah satu radio yang ada di Kota Yogyakarta, yaitu Radio MBS FM dan 95.4 Mhz Radio Yasika FM. Tidak hanya itu, bahkan hingga pada bulan Januari 2012, tercatat masih ada beberapa stasiun radio yang menyiarkannya kembali seperti; 103,3 Mhz Radio Karimata FM, Pamekasan, Madura, 95.6 FM Radio Bintang Tenggara, Banyuwangi, dan 95,2 FM Radio Oisvira, Sumbawa, Radio Istana FM Bojonegoro, Jawa Timur, Radio Patria FM Blitar, Jawa Timur. Disamping itu beberapa situs online juga masih ada yang memperdengarkan sandiwara radio ini secara live streaming, di antaranya adalah Radio Streaming Asdisuara Jakarta, milik Asdi Suhastra,.
Mahkota Mayangkara sendiri berasal dari kata "Mahkota", "Mayang" dan "Angkara". Secara harfiah "Mahkota" berarti hiasan kepala atau songkok kebesaran Raja, sedangkan "Mayang" diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti semu, kemudian "Angkara" yang berarti Kebengisan atau kekejaman.
Jadi secara umum Mahkota Mayangkara bisa di artikan sebagai sebuah kekuasaan yang bersifat semu atau sementara yang dicapai dengan penuh angkara dan pertumpahan darah.
Sunan Geseng, atau sering pula disebut Eyang Cakrajaya, adalah murid Sunan Kalijaga.
Menurut Babad Jalasutra, Ki Cakrajaya juga adalah murid dari R.Wasiwara /Sunan Panggung. yang dimakamkan di dusun Kutan, Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah, Kulonprogo. Makamnya terletak di bukit pinggir sungai Progo. Beberapa orang menganggap antara Ki Cakrajaya dan Sunan Panggung adalah orang yang sama.
Menurut hikayat, pada suatu saat ia mengikuti anjuran Sunan Kalijaga untuk mengasingkan diri di suatu hutan untuk konsentrasi beribadah kepada Allah. Di tengah lelakunya itu, hutan tersebut terbakar, tetapi ia tidak mau menghentikan tapanya, sesuai pesan sang guru untuk jangan memutus ibadah, apapun yang terjadi, sampai sang guru datang menjenguknya. Demikianlah, ketika kebakaran berhenti dan Sunan Kalijaga datang menjenguknya, dia dapati Cakrajaya telah menghitam hangus, meskipun tetap sehat wal afiat. Maka digelarilah ia dengan Sunan Geseng.
Makam Sunan Geseng terletak di Dusun Jolosutro, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya kira-kira 2 km di sebelah kanan Jalan Yogyakarta-Wonosari Km. 14 (kalau datang dari Yogyakarta). Setiap tahun ada perayaan dari warga setempat untuk menghormati Sunan Geseng. Selain di dekat Pantai Parangtritis, Jogjakarta, makam Sunan Geseng juga dipercaya terdapat di sebuah desa yang bernama Desa Tirto, di kaki Gunung Andong-dekat Gungung Telomoyo-secara administratif di bawah Kecamaan Grabag, Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
Masyarakat sekitar makam khususnya, dan Grabag pada umumnya, sangat mempercayai bahwa makam yang ada di puncak bukit dengan bangunan cungkup dan makam di dalamnya adalah sarean (makam) Sunan Geseng.
Pada Bulan Ramadhan, pada hari ke-20 malam masyarakat banyak yang berkumpul di sekitar makam untuk bermunajat. Selain itu, di Desa Kleteran (terletak di bawah Desa Tirt) juga terdapat sebuah Pondok Pesantren yang dinamai Ponpes Sunan Geseng.
Ada sebuah makam yang konon juga makam Sunan Geseng, tepatnya dihutan di atas bukit kapur kurang lebih 10 km disebelah timur kota tuban jawa timur, yang konon juga sunan geseng bertapa di situ sampai akhirnya hutan terbakar, dan pada saat dia wafat dimakamkan disitu, karena di dusun geseng tersebut terdapat sebuah makam yang di atasnya terdapat batu nisan, dan banyak di ziarahi orang, dan dari situlah para peziarah yang pada umumnya berziarah di makam sunan Bonang di tuban, atau di makam Syeh Maulana Ibrahim Asmoro Qondi, selalu menyempatkan untuk berziarah ke makam Sunan Geseng tersebut.
Masjid Sunan Geseng terdapat di Bagelen, Purworejo. Beberapa cerita rakyat menyebutkan bahwa setelah lulus menjadi wali, Sunan Geseng kembali ke Purworejo. Dalam perjalanannya melewati Pegunungan Menoreh, salah satunya adalah di daerah Teganing, dekat Waduk Sermo. Beliau meninggalkan jejak "batur" atau pondasi calon pondok pesantren yang sedianya akan ia bangun.
Putri duyung adalah makhluk air yang memiliki tubuh layaknya seorang perempuan dari pinggang sampai kepala, sedangkan bagian tubuhnya dari pinggang ke bawah menyerupai ikan. Putri duyung merupakan makhluk mitologis. Golongan makhluk separuh manusia separuh hewan. Putri duyung kerap dikaitkan dengan peristiwa berbahaya seperti banjir, badai, kapal karam dan penenggelaman. Pada tradisi lainnya (atau terkadang dalam tradisi yang sama), putri duyung digambarkan memiliki sifat baik dan pemurah, menganugerahkan hadiah atau jatuh cinta pada manusia.
Kisah putri duyung muncul dalam cerita rakyat dari berbagai budaya di seluruh dunia, meliputi Timur Dekat, Eropa, Afrika, dan Asia. Kisah pertamanya muncul pada masa Asiria Kuno, tentang seorang dewi bernama Atargatis yang mengubah wujudnya menjadi seorang putri duyung lantaran malu telah membunuh kekasihnya tanpa sengaja. Masyarakat Babilonia juga menyembah putri duyung sebagai dewa laut yang dikenal sebagai Ea atau Oannes; Oannes digambarkan sebagai duyung jantan.
Dalam mitologi Yunani, putri duyung dikatakan selalu menggoda para pelaut yang lalai; siapa saja yang tergoda akan menemui ajalnya. Putri duyung juga dikaitkan dengan makhluk siren dalam mitologi Yunani, demikian pula sirenia, ordo mamalia laut yang terdiri dari duyung dan lembu laut. Beberapa catatan kesaksian perjumpaan dengan putri duyung oleh para pelaut zaman dahulu kemungkinan besar merupakan kekeliruan atas pengamatan wujud mamalia laut tersebut. Kristoforus Kolumbus menyatakan bahwa ia pernah melihat putri duyung saat menjelajah Laut Karibia, dan laporan penampakan juga ada pada abad ke-20 dan ke-21 di Kanada, Israel, dan Zimbabwe. Pada tahun 2012, National Ocean Service Amerika Serikat menyatakan bahwa bukti keberadaan putri duyung tidak pernah ditemukan.
Putri duyung juga menjadi salah satu subjek populer dalam bidang seni dan sastra pada abad modern ini, contohnya dalam karya Hans Christian Andersen yang terkenal, "The Little Mermaid" (1836). Karya sastra tersebut telah berungkali diadaptasi sebagai opera, lukisan, buku, film, dan komik.
Ratu Adil (kadang disamakan dengan Satria Piningit) adalah mitologi jawa yang dalam serat-serat kuno-nya menyatakan bahwa akan datang pemimpin Nusantara yang akan menjadi penyelamat, pembawa keadilan, dan kesejahteraan bagi masyarakat. Pemimpin itu disebut juga "Herucokro", menurut ramalan Prabu Jayabaya, seorang Raja Kerajaan Kediri yang hidup pada sekitar abad ke-11. Di dalam kitab Musarar Jayabaya disebutkan bahwa kedatangan Ratu Adil ditandai dengan kemelut sosial, malapetaka alam, serta jatuhnya raja besar yang ditakuti. Serat Jayabaya juga sering disebut ramalan Jayabaya.
Korban berasal dari bahasa Arab yang juga menurunkan kata kurban. Korban berarti "orang atau binatang yang menderita atau mati akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan sebagainya", sedangkan kurban berarti "persembahan kepada Tuhan atau pemberian untuk menyatakan kesetiaan atau kebaktian". Tindakan kejahatan menimbulkan korban (disebut sebagai "korban kejahatan")